MATERI PENDIDIKAN ISLAM
Tujuan dan sasaran pendidikan tidak akan mungkin tercapai kecuali
materi pendidikan yang tertuang pada kurikulum lembaga pendidikan terseleksi
secara baik dan tepat. Istilah materi pendidikan berarti mengorganisir bidang
ilmu pengetahuan yang membentuk basis aktivitas lembaga pendidikan. Materi
pendidikan harus mengacu kepada tujuan, bukan sebaliknya tujuan mengarah kepada
suatu materi, oleh karenanya materi pendidikan tidak boleh berdiri sendiri
terlepas dari kontrol tujuannya.
Materi pendidikan dibentuk sedemikian rupa dan harus diupayakan
agar tidak terjadi keterasingan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Maka
tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan memberi kemungkinan lebih mudah
untuk bisa dicapai sebagaimana yang diharapkan.[1]
Di dalam al-Qur’an dan hadis Nabi ditemukan kerangka dasar yang
dapat dijadikan sebagai pedoman operasional dalam pengembangan materi
pendidikan Islam. Kerangka tersebut adalah:
A.
Pendidikan
Akidah
Akidah berasal dari kata aqada artinya “ikatan” misalnya
ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga menjadi tersambung. Aqada bearti
juga “janji”, karena janji merupakan ikatan kesepakatan antara dua orang yang
mengadakan perjanjian.
Akidah menurut terminologi adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya,
yang membuat jiwa tenang dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan
dan keraguan. Akidah Islam di dalam al-Qur’an disebut iman, ia bukan hanya berarti
percaya, melainkan keyakinan yang mendorongseorang muslim untuk berbuat. Oleh
karena itu, lapangan iman itu sangat luas bahkan mencakup segala sesuatu yang
dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.[2]
Akidah Islam adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan
hati seseorang muslim yang bersumber dari ajaran yang wajib dipegang oleh
seorang muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat. Akidah Islam adalah
bagian yang paling pokok dalam agama Islam, ia merupakan keyakinan yang menjadi
dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim sehingga ia terikat
dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam.[3] Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan
melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran agama Islam, sebagaimana
difirmankan Allah dalam al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208 sebagai
berikut:
$ygr'¯»túïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qè=äz÷$#ÎûÉOù=Åb¡9$#Zp©ù!$2wur(#qãèÎ6®Ks?ÅVºuqäÜäzÇ`»sÜø¤±9$#4¼çm¯RÎ)öNà6s9Arßtã×ûüÎ7BÇËÉÑÈ
Artinya: “Wahai orang-orang beriman,
ikutilah syariat Islam itu seluruhnya dan janganlah kalian mengikuti
bujukan-bujukan setan. Setan itu adalah musuh kalian yang nyata-nyata merugikan
kalian ”.
Pendidikan akidah adalah proses pembinaan dan pemantapan
kepercayaan dalam diri seseorang sehingga menjadi akidah yang kuat dan benar.
Proses tersebut dapat dilakukan dalam buntuk pengajaran, bimbingan, dan
latihan.
Dalam penerapannya, pendidik dapat menggunakan berbagai metode yang
relevan dengan tujuan yang ingin dicapai.[4] Sehubungan dengan ini terdapat hadis yang berkaitan dengan materi
pendidikan Islam.
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ:
بَيْنَمَا نَحْنُ جلوس عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ذَاتَ يَوْمٍ، إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ، شَدِيدُ
سَوَادِ الشَّعَرِ، لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا
أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى
فَخِذَيْهِ، وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ الْإِسْلَامِ، فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ،
وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا»، قَالَ: صَدَقْتَ،
قَالَ: فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ، وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ
الْإِيمَانِ، قَالَ: «أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ،
وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ»،
قَالَ: صَدَقْتَ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِحْسَانِ، قَالَ: «أَنْ تَعْبُدَ
اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ»، قَالَ:
فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: «مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ
السَّائِلِ» قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا، قَالَ: «أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ
رَبَّتَهَا، وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ
يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ»، قَالَ: ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا،
ثُمَّ قَالَ لِي: «يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟» قُلْتُ: اللهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ
دِينَكُمْ» رواه مسلم
“Dari ‘Umar bin
al-Khattab Radhiyallahu anhu, ia mengatakan: Ketika kami duduk di sisi
Rasullallah Saw pada suatu hari, tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki
yang berpakaian sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak terlihat padanya
bekas perjalanan jauh, dan tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. Hingga
ia duduk menghampiri Nabi Saw lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut
Beliau, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya (paha oran
itu) seraya mengatakan, wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam,
Rasulallah Saw menjawab Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang
berhak diibadahi dengan benar) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah
Rasulallah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, dan
menunaikan haji ke Baitullah jika engkau mampu mengadakan perjalanan kepadanya.
Ia mengatakan, Engkau benar. Kami heran kepadanya, ia yang bertanya dan ia pula
yang membenarkan. Ia mengatakan, kabarkanlah kepadaku tentang iman. Beliau
menjawab, engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada takdir baik dan buruk. Ia
mengatakan, Engkau benar. Ia mengatakan lagi, kabarkanlah kepadaku tentang
ihsan. Beliau menjawab, engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Ia
mengatakan, kabarkanlah kepadaku tentang Kiamat. Beliau menjawab, tidaklah
orang yang ditanya tentangnya lebih mengetahui dari orang yang bertanya. Ia
mengatakan, kabarkanlah kepadaku tantang tanda-tandanya. Beliau menjawab,
seorang hamba sahaya wanita melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang-orang
yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian lagi fakir, dan pengembala
kambing saling berlomba-lomba meninggikan bangunan. Kemudian laki-laki itu
pergi, tetapi aku masih diam tercengang (beberapa lama). Kemudian Beliau
bartanya, wahai ‘Umar, tahukah engkau siapakah orang yang bertanya itu? Aku
menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Beliau bersabda, ia adalah
Jibrilyang datang kepada kalian untuk mengajari kaliantentang agama kalian.” HR.
Muslim[5]
1.
Makna
Mufradat
بينما نحن جلوس :
ketika kami duduk, asal kata بينما
adalah بينا akan tetapi ditambah
dengan huruf ما. Asal katanya
adalah بين نحن (di
antara kami) dan huruf ما ditambahkan sebagai
penguat.
جلوس :
duduk, ia sebagai mubtada’ (pridiket)
عند رسول الله :
di sisi Rasulallah Saw, ia sebagai khabar dari جلوس
ذات يوم :
di sini bermakna umum, yang artinya pada salah satu hari
لايرى عليه اثر السفر : tidak terlihat padanya
bekas perjalanan jauh, karena bajunya sangat putihdan rambutnya sangat hitam,
tidak didapati debu dan kusut akibat perjalanan, karena biasanya di saat
seperti itu akan terlhat bekas perjalanan dari seorang musafir, baik
rambutnya yang acak-acakan, terkena debu dan pakaiannya berbeda dengan pakaian
orang yang bermukim akan tetapi bekas perjalanan itu tidak didapati dari orang
tersebut.
ولا يعرفه منا احد : dan tidak seorang pun dari kami yang
mengenalnya, artinya ia bukan penduduk Madinah yang dikenal, ia adalah orang
asing.[6]
2. Penjelasan Hadits
Di dalam hadis di atas pertanyaan yang
pertama kali ditanya oleh Jibril kepada Rasulallah Saw adalah tentang Islam.
Islam kata turunan yang berarti ketundukan, ketaatan, dan kepatuhan. Ia berasal
dari kata salama artinya patuh atau menerima, berakar dari huruf sin
lam mim. Dari kata ituterbentuk kata masdar salamah (yang dalam
bahasa Indonesia menjadi selamat). Dari akar kata itu juga terbentuk kata-kata salm,
dan silm yangberartikedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri.[7]
Ketika Rasulallah Saw ditanya oleh Jibril
tentang Islam, Rasul menjawab, Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah
yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Swt dan bahwaMuhammad adalah
Rasulallah , artinya menetapkan dan mengakuinya dengan lisan dan hati, tidak
cukup hanya lisan saja tetapi harus dengan keduanya. Allah berfirman surat
al-Zukhruf ayat 86:
`tB yÍky Èd,ysø9$$Î/ öNèdur tbqßJn=ôèt ÇÑÏÈ
Artinya: “Orang
yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini”
I’rab(fungsi masing-masing kata) dari kalimat لاإله إلا الله
Kalimat لاإله إلا الله tarmasuk jumlah ismiyyah manfiyyah (kalimat yang
menunjukkan peniadaan/penafian) dengan huruf لا
yang berfungsi meniadakan suatu jenis (an-nafyu lil jinsi),
dan peniadaan ini adalah bentuk yang paling umum dari bentuk-bentuk lainnya.
Subjeknya adalah kata ”اله”
sedangkan predikat (khabar)nya dihilangkan, penggantinya yang tepat
adalah kata ”حق” kata “إلا” sebagian alat bahasa yang menunjukkan
batasan. Kemudian nama yang mulia,
lafazh Allah “الله” sebagai badal
(pengganti) dari khabar لا
yang dihilangkan, dan lafaz Allah “الله” ini bukan khabar laa
naafiyah, karena laa naafiyah tidak berfungsi kecuali dalam
kalimat-kalimat nakirah (umum) dan hasil, dalam susunan kalimat ini (لاإله الا الله) ada sesuatu yang dihilangkan,yaitu khabar-nya,
dan penggantinya adalah kata “حق”
(yang berhak). Maka susunan sebenarnya adalah “الا الله لااله” (tidak ada Ilah yang benar kecuali Allah).
Ada banyak Ilah (tuhan) yang disembah, akan tetapi semuanya bathil,
bukan Tuhan yang benar kecuali Allah Swt, dan Tuhan yang banyak itu sedikitpun
tidak memiliki hak peribadahan. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Swt surat
al-Hajj ayat 62:
Ï9ºs cr'Î/ ©!$# uqèd ,ysø9$# cr&ur $tB cqããôt `ÏB ¾ÏmÏRrß uqèd ã@ÏÜ»t6ø9$#
Artinya:
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah Dialah (Tuhan)
yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah
yang batil”
Selanjutnya “وأن محمدا رسول الله” (dan bahwa Muhammad adalah Rasulallah Saw), artinya engkau
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Beliau tidak mengatakan “ني رسول الله أ(sesungguhnya aku
adalah Rasulallah),” sementara arah pembicaraan membolehkan hal itu karena
orang itu yang di ajak bicara oleh Nabi,
akan tetapi Beliau menyebutkan nama Beliau untuk lebih menguatkan dan
menunjukkan keagungan-Nya.
Sabdanya “محمدا” yaitu Muhammad bin ‘Abdillah al-Hasyimi al-Qurasyi
dari keturunan Ismail, dan tidak didapati oleh seorang Rasul dari keturunan
Nabi Ismail selain Beliau, dan Beliau pula yang dimaksud oleh firman Allah
tentang Ibrahim dan Isma’il dalam surat al-Baqarah ayat 129:
$uZ/u ô]yèö/$#ur öNÎgÏù Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gt öNÍkön=tæ y7ÏG»t#uä
Artinya:
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka yang
akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu”
Dan sabda (رسول الله)
bentuk subjek (رسول) di sini bermakna
objek, yaitu yang diutus (مرسل).
Rasul adalah siapa yang diberi wahyu oleh Allah Swt berupa syariat dan
diperintahkan kepadanya untuk menyampaikan dan mengamalkannya.[8]
Dari hadis di atas dapat diambil beberapa
pelajaran penting mengenai pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a. Dalam hadis di atas dinyatakan bahwa Jibril
datang mengajarkan agama kepada sahabat Nabi Sawdalam proses ini, Jibril
berfungsi sebagai guru, Nabi sebagai narasumber, dan para sahabat sebagai
peserta didik.
b. Dalam proses pembelajaran, Jibril sebagai
guru menggunakan metode tanya jawab. Metode ini efektif untuk menarik minat dan
memusatkan perhatian para peserta didik.
c. Meteri pengajaran agama Islam dalam hadis
tersebut meliputi aspek-aspek pokok dalam ajaran Islam, yaitu akidah, syariah
dan akhlak. Dari ketiganya, aspek yang didahulukan adalah akidah.[9]
Islam menempatkan pendidikan akidah pada
posisi yang paling mendasar, yakni terposisikan sebagai rukun yang pertama
dalam rukun Islam yang lima, sekaligus sebagai kunci yang membedakan antara
orang Islam dan non-Islam.
B. Pendidikan Ibadah
Pendidikan ibadah yang dimaksud adalah
proses pengajaran, pelatihan, dan bimbingan dalam pengamalan ibadah khusus. Dalam hadis di atas terdapat
pelajaran bahwa materi pendidikan ibadah meliputi shalat, puasa, zakat, dan
haji.
Sabda Beliau الصلاةتقيم"(mendirikan shalat)”, artinya engkau melaksanakannya dengan
berdiri secara sempurna dan benar. Kata “shalat” di sini mencakup shalat wajib
dan shalat sunnah.
Sabdanya,"تؤتي الزكاةو" (menunaikan zakat), yakni
memberikan zakat. Zakat
adalah harta yang wajib diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya,
yang terdiri dari harta khusus yang harus dizakatkan sebagai bentuk peribadahan
kepada Allah Swt. Dan harta khusus itu adalah:
1. Emas
2. perak
3. Binatang
ternak
4. Apa-apa yang
keluar dari bumi (tanaman dan lain-lain)
5. Barang dagangan
Sabda beliau, "وتصوم
رمصان"(berpuasa Ramadhan)”, artinya engkau
menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga
terbenamnya matahari dalam rangka beribadah kepada Allah Swt. Secara bahasa,
artinya “صوم” adalah "الإمساك" (menahan).
Dan Ramadhan adalah bulan yang sangat dikenal yang berada di antara
bulan Sya’ban dan Syawwal.
Dan sabdanya,” "وتحج
البيت(menunai haji kebaitullah)”, artinya engkau
bermaksud mendatangi Ka’bah untuk melaksanakan manasik haji pada waktu tertentu
dengan niat ibadah kepadanya. سبيلا إن
استطعت إليه (jika engkau mampu mengadakan perjalanan
kepadanya). ”قال:صدقت
(ia berkata, Engkau benar). Yang mengataka, “Engkau
benar” adalah malaikat Jibril sebagai penanya, bagaimana ia mengatakan ”Engkau benar” semantara ia sendiri
yang bertanya? Karena orang yang mengatakan, ”Engkau benar” kepada orang yang menjawab, ia lebih dahulu memiliki
pengetahuan tantang apa yang ditanyakan, serta ia yakin bahwa orang yang
ditanya akan menjawab dengan benar. Inilah yang menyebabkan para sahabat terheran-heran,
bagaimana ia bertanya dan sekaligus membenarkannya?.[10]
Para guru dan orangtua hendaknya
menjelaskan kepada anak-anak dengan penjelasan yang sangat sederhana tentang
pentingnya berbagai bentuk ibadah, lengkap dengan rukun-rukunnya, seperti shalat,
zakat, dan haji. Selain itu emosional anakharus disiapkan saat membicarakan
berbagai bentuk ibadah sehingga mereka merindukan ikatan dengan Allah Swt dan
beribadah kepada-Nya dengan cara yang benar.
Dalam menjelaskan atau membicarakan
berbagai bentuk ibadah, para pendidik
hendaknya menggunakan tema pembahasan secara berurutan. Berusaha sedapat
mungkin agar peserta didik dapat menyadari pentingnya melaksanakan berbagai
bentuk ibadah dalam kehidupan mereka. Dan para pendidik hendaknya mengetahuai
pentingnya berbagai bentuk ibadah dalam kehidupan seorang muslim.[11]
C. Pendidikan Akhlak
Perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaqdan
bentuk jamak dari khuluq atau al-khulq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku dan tabi’at. Secara terminologi adalah keadaan yang
melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian. Jika
keadaan itu melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal
dan syara’, keadaan tersebut disebut akhlak yang baik, sedangkan jika
perbuatan-perbuatan yang timbul itu tidak baik, dinamakan akhlak yang buruk.[12]
Akhlak Islami, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya adalah keadaan yang melekat pada jiwa manusia. Karena itu
suatu perbuatan baru dapat disebut pencerminan akhlak, jika memenuhi beberapa
syarat. Syarat itu antara lain adalah:[13]
1. Dilakukan berulag-ulang
Jika dilakukan sekali saja, atau
jarang-jarang tidak dapat dikatakan akhlak. Misalnya, jika seseorang tiba-tiba
memberikan uang (sedekah) kepada orang lain karena alasan tertentu, orang itu
belum bisa dikatakan berakhlak dermawan.
2. Timbul dengan sendirinya
Timbul dengan sendirinya tanpa
dipikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang karena perbuatan itu telah menjadi
kebiasaanbaginya. Jika suatu perbuatan dilakukan setelah berpikir-pikir dan
ditimbang-timbang, apalagi karena terpaksa, perbuatan itu bukanlah pencerminan
akhlak.
Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti
peserta didik sehingga menjadi budi pekerti mulia. Proses tersebut tidak
terlepas dari pembinaan kehidupanberagama peserta didik secara total.
Sehubungan dengan pendidikan akhlak ini, Rasulallah Saw telah
mengemukakan dalam hadisnya sebagai berikut:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: " لَمْ يَكُنِ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلاَ مُتَفَحِّشًا، وَكَانَ
يَقُولُ: «إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلاَقًا»
“Abdullah
bin Amru ra. berkata, Nabi bukanlah
orang yang keji dan tidak bersikap keji. “Beliau bersabda, sesungguhnya yang
terbaik di antara kamu adalah yang paling baik akhlaknya””. HR. Al-Bukhari
Hadis di atas memuat informasi bahwa beliau memiliki
sifat yang baik dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada orang yang
berakhlak mulia. Itu berarti akhlak yang mulia adalah suatu hal yang perlu
dimiliki oleh umatnya. Agar setiap muslim dapat memiliki akhlak mulia, maka
harus diajarkan.
Supaya para sahabat dan umatnya memiliki
akhlak yang mulia, beliau memberikan motivasi. Di antaranya seperti yang
disebutkan dalam hadis berikut:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الجَنَّةَ، فَقَالَ: «تَقْوَى
اللَّهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ»، وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ
النَّارَ، فَقَالَ: «الفَمُ وَالفَرْجُ»
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa
Rasullallah Saw ditanya tentang penyebab utama yang dapatmemasukkan (seseorang)
ke dalam surga. Beliau menjawab, bertakwa kepada Allah dan berakhlak mulia.
Beliau ditanya pula tentang penyebab utama yang dapat membawa orang ke nereka.
Beliau menjawab, mulut dan kemaluan.” HR. At-Tirmidzi
Dalam kedua hadis di atas terlihat bahwa
Rasulallah Saw. sangat menginginkan umatnya beraklak mulia. Untuk mencapai
keinginan tersebut, beliau menggunakan motivasi untuk bertakwa kepada Allah Swt
dan berakhlak mulia, diperlukan perjuangan yang berat karena manusia menemui
banyak rintangan dalam kehidupannya.
Allah Swtmengutus Rasulallah Saw untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Pendidikan akhlak mengutamakan nilai-nilai
universal dan fitrah yang dapat diterima oleh semua pihak. Beberapa akhlak yang
dicontohkan Nabi Saw di antaranya menyenangi kelembutan, kasih sayang, tidak
kikir, tidak berkeluh kesah, tidak hasud, menahan marah, dan mencintai
saudaranya. Akhlak yang demikian perlu diajarkan dan dicontohkan pendidik
kepada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.[14]
KESIMPULAN
Materi pendidikan dibentuk sedemikian rupa dan harus diupayakan
agar tidak terjadi keterasingan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Maka
tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan memberi kemungkinan lebih mudah
untuk bisa dicapai sebagaimana yang diharapkan.
Di dalam al-Qur’an dan hadis Nabi ditemukan kerangka dasar yang
dapat dijadikan sebagai pedoman operasional dalam pengembangan materi
pendidikan Islam. Kerangka tersebut adalah:
1.
Pendidikan Akidah
Islam menempatkan pendidikan akidah pada
posisi yang paling mendasar, yakni terposisikan sebagai rukun yang pertama
dalam rukun Islam yang lima, sekaligus sebagai kunci yang membedakan antara
orang Islam dan non-Islam.
2. Pendidikan Ibadah
Pendidikan ibadah yang dimaksud adalah
proses pengajaran, pelatihan, dan bimbingan dalam pengamalan ibadah khusus. Materi pendidikan ibadah
meliputi shalat, puasa, zakat, dan haji.
3. Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak mengutamakan nilai-nilai
universal dan fitrah yang dapat diterima oleh semua pihak. Beberapa akhlak yang
dicontohkan Nabi Saw di antaranya menyenangi kelembutan, kasih sayang, tidak
kikir, tidak berkeluh kesah, tidak hasud, menahan marah, dan mencintai
saudaranya. Akhlak yang demikian perlu diajarkan dan dicontohkan pendidik
kepada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Abdurrahman Saleh.2007. Teori-teori
Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an.Jakarta: Rineka Cipta.
Ali,Mohammad Daud. 2011. Pendidikan
Agama Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Taufik,Ahmad dan Rohmadi, Muhammad.2010.
Pendidikan Agama Islam Pendidikan Karakter Berbasis Agama. Surakarta:
Yuma Pustaka.
Umar, Bukhari.2012. Hadis Tarbawi
Pendidikan dalam Perspektif Hadis. Jakarta: Amzah.
Al-Utsman, Muhammad bin Shalih.
2011. Syarah Hadits Arba’in.Terj. Abu Ahsan Sirojuddin Hasan Basri.Judul
asli.Syarh al-Arba’iin al-Nawawiyyah. Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir.
[1] Abdurrahman
Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2007), hal. 159
[2]Ahmad Taufik
dan Muhammad Rohmadi, Pendidikan Agama Islam Pendidikan Karakter Berbasis
Agama, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hal. 12
[4]Bukhari Umar, Hadis
Tarbawi Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012), hal. 38
[5]Muhammad bin
Shalih al-Utsman, Syarah Hadits Arba’in, terj. Abu Ahsan Sirojuddin
Hasan Basri, judul asli, Syarh al-Arba’iin al-Nawawiyyah, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Katsir, 2011), hal. 31
[7]Mohammad Daud
Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), hal.
199
[8]Muhammad bin
Shalih al-Utsman, Op. Cit., hal. 34
[9] Bukhari Umar, Op.
Cit., hal. 40
[10]Muhammad bin
Shalih al-Utsman, Op. Cit., hal. 36
[11]Bukhari Umar, Op.
Cit., hal. 42
[12]AhmadTaufik dan
Muhammad Rohmadi, Op. Cit., hal. 54
[13]Mohammad Daud
Ali, Op. Cit., hal.
[14]Bukhari Umar, Op.
Cit., hal. 44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar